Selasa, 26 Juli 2011

ANALISIS  KEBIJAKAN FISKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

(STUDI KASUS SEKTOR PENDIDKAN DI KABUPATEN JEMBER
DAN KOTA SURAKARTA)

Oleh : Walujo Djoko Indarto


A.    Rekomendasi

Walaupun dalam jangka pendek penurunan prioritas sektor pendidikan  ini tidak membawa implikasi langsung yang nyata,  pemerintah daerah untuk kedepan perlu lebih meningkatkan keberpihakkan terhadap sektor pendidikan, mengingat sektor pendidikan merupakan sektor prioritas dalam peningkatan sumber daya manusia.

B.     Latar Belakang

Sejak Januari 2001 bangsa dan negara Indonesia melalui babak baru penyelenggaraan pemerintahan, dimana Otonomi daerah dilaksanakan di seluruh Dati II (kota dan kabupaten) yang jumlahnya mencapai 336. Hal ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan (penyediaan barang publik dan pembangunan ekonomi) di tingkat daerah yang sangat besar[1], khususnya pada bidang pendidikan yaang merupakan unsur esensial dalam pembangunan daerah dan telah menjadi salah satu bagian utama kebutuhan penduduk. Namun, kemampuan daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tersebut dapat dikatakan sangat terbatas, mengingat peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih rendah dalam penerimaan APBD daerah kota/kabupaten dan kesiapan sumber daya menusia (SDM) serta kemampuan manajemen sektor pendidikan tingkat daerah masih terbatas.
Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah terhadap pendidikan dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemerintah pusat[2]. Namun kecenderungan kearah tersebut tidak nampak karena hingga saat ini sebagian besar Pemerintah Daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan Kabupaten di Indonesia merespon desentralisasi fiskal dengan menggenjot kenaikan PAD melalui pajak dan restribusi tanpa diimbangi peningkatan efektifitas pengeluaran APBD. Langkah kebijakan semacam ini dapat berpengaruh buruk terhadap penyelenggaraan pendidikan di tingkat daerah serta kesejahteraan masyarakatnya.
Mengingat kepentingan di atas, maka patut dipertanyakan hingga sejauh mana pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat menimbulkan implikasi buruk terhadap aktivitas penyelenggaraan pendidikan di daerah kota dan Kabupaten di Indonesia.

C.     Tujuan

Pelaksanaan studi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan (a) respon daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan Kabupaten terhadap rancangan desentraliasi fiskal yang akan diimplementasikan pada awal 2001 dan (b) implikasi respon daerah terhadap desentralisasi fiskal pada bidang pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.

D.   Kerangka Analisis

 






















Dari gambar di atas memperlihatkan hubungan antara tiga isu pokok yang ditelaah dalam studi ini, yakni : Desentralisasi Fiskal – Penyelengaraan Pendidikan – Iklim usaha. Di Indonesia desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari program otonomi daerah yang dijalankan sejak tahun 2001. Pelaksanaan otonomi daerah dapat dipandang sebagai reformasi di bidang politik, kelembagaan dan sistem ekonomi. Dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal perlu digaris bawahi bahwa UU tersebut tidak mengatur mengenai penyediaan barang publik dan pelayanan masyarakat (khususnya bidang kesehatan dan pendidikan). Iklim usaha menggambarkan situasi lingkungan dimana kegiatan bisnis berlangsung. Aspek penting dari unsur sosial yang menentukan iklim usaha adalah “nilai” masyarakat setempat terhadap profesia pengusaha/pedagang dan penghargaan terhadap “kerja”. Faktor tingkat pendidikan masyarakat punya pengaruh bersar terhadap “nilai” dimaksud. Aspek ekonomi mencakup akses terhadap keamanan, infrastruktur, periijinan, informasi dan kredit. Hal penting lainnya adalah masalah hambatan dibidang perdagangan dan investasi, yang pada akhirnya akan menggerakan pertumbuhan ekonomi.
Globalisasi mendorong perubahan pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralisasi, hal ini perlu dikenali hingga sejauh mana desentralisasi fiskal mengakibatkan perubahan biaya transaksi dalam perekonomian daerah dan kemampuan masyarakat dalam  pembiayaan pendidikan.

E.      Metode Penelitian

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur yang terkait dengan APBD, realisasi APBD serta literatur lainnya, sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan instansi terkait, seperti bagian keuangan, Bappeda dan, Dinas Pendidikan, DPRD dan tokoh masyarakat.
Ruang lingkup penelitian adalah kebijakan penerimaan dan pengeluaran APBD khususnya sejauhmana keberpihakan pemerintah daerah terhadap sektor pendidikan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan proposive sampling, dengan lokasi sample Kota Surakarta dan Kabupate Jember.
Metode analisis yang digunakan adalah metode diskriptif dan komparatif, dengan melihat gambaran sektor pendidikan dari sisi alokasi dan pelaksanaan anggaran serta membandingkan kondisi tersebut antara sebelum dan pada saat otonomi daerah.

F.      Temuan

Keperpihakan pemerintah daerah terhadap sektor pendidikan terutama yang menyangkut anggaran pembangunan, pada awal pelaksanaan otonomi daerah mengalami penurunan. Perioritas utama sektor pendidikan diarahkan untuk terpenuhinya  belanja pegawai untuk kenaikan gaji dan rapel para guru, agar tidak terjadi pemogokan guru.  Hal ini diperlihatkan pada tabel di bawah.

 

Alokasi Anggaran  Sektor Pendidikan Sebelum dan Sesudah Otonomi

                                                                                                                        (jutaan rupiah_)

1999/2000
Porsi
2001
Porsi
Pendidikan
APBD
Pendidikan
APBD
Belanja Rutin
98,607
177,732
55,5%
161,765
375,315
43,1%
Belanja Pembangunan
3,370
41,877
8,0%
5,811
105,937
5,5%
Sumber : APBD Kebupaten Jember

                                                                                                (jutaan rupiah_)
1999/2000
Porsi
2001
Porsi
Pendidikan
APBD
Pendidikan
APBD
2.076
91.374
2,2%
1.393
76.159
1,8%
Sumber : APBD Kota Surakarta TA 1999/2000 dan TA 2001


[1] Asal 7  UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
[2] Fiscal Decentralization-Benchmarking The Policies of Fiscal Design (1999), Working Document, prepared for the FDI Meeting 9 th March 1999, Paris. Directorate for Financial, Fiscal and Interprise affairs, Fiscal Affairs, OECD. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar